Minggu, 08 Mei 2011

08-05-11

Ketika anak panah itu telah menancap, tidak akan ada yang bisa mencabutnya, tidak saya, tidak juga anda.


MAKALAH ANALISIS SUMBER DAYA LINGKUNGAN

DAMPAK KONVERSI HUTAN MENJADI AGROFORESTRI KARET DAN KACANG TANAH TERHADAP KEMAMPUAN LAHAN DAN LINGKUNGAN


ABSTRAK

Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sepatu dan sandal. Hal ini mendorong perluasan lahan pertanian karet ke kawasan hutan sehingga menimbulkan penurunan biodeversitas pada hutan tersebut. Untuk mengurangi resiko penurunan biodeversitas dapat dicegah dengan sistem agroforestri.

Sistem agroforestri karet belum dapat diterima sepenuhnya sebab konversi hutan menjadi agroforest karet menyebabkan penurunan kemampuan kapilaritas air pada lahan sebagai dampak kenaikan kemampuan lahan menjadi lahan pertanian. Akan tetapi kenaikan kemampuan lahan tersebut juga memiliki dampak positif pada lahan yaitu menjadikan lahan cocok untuk pertumbuhan tanaman pangan yang memiliki nilai ekonomis.

Kata Kunci : agroforestri, karet, kemampuan lahan, dampak


PENGANTAR

Huxley (1999) mendefinisikan bahwa agroforestri adalah sistem pengelolaan sumber daya alam yang dinamis secara ekologi dengan penanaman pepohonan di lahan pertanian atau padang penggembalaan untuk memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua pengguna lahan.

Di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah terdapat agroforestri karet sederhana yang dibangun dari proses pembukaan lahan hutan dengan melibatkan kegiatan tebas, tebang dan bakar. Sistem Agroforestri ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan karet dengan berusaha mengurangi resiko penurunan biodeversitas akibat pembukaan hutan. Namun sistem tersebut belum dapat diterima sepenuhnya karena menyebabkan terjadinya perubahan kemampuan lahan menjadi lahan pertanian yang berdampak pada lebih besarnya potensi erosi dan banjir. Meskipun menyebabkan lebih besarnya potensi erosi dan banjir, perubahan kemampuan lahan ini menjadikan tanah cocok untuk tanaman pertanian seperti karet dan kacang tanah.

Kemampuan lahan adalah harkat lahan yang ditetapkan menurut macam pengelolaan atau syarat pengelolaan yang diperlukan berkenaan dengan pengendalian bahaya degradasi lahan atau penekanan risiko kerusakan lahan selama penggunaannya untuk suatu maksud tertentu, atau berkenaan dengan pemulihan lahan yang menunjukkan gejala degradasi. Makin rumit pengelolaan yang diperlukan, kemampuan lahan untuk penggunaan termaksud dinilai makin rendah. Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian komponen lahan yang menurut Arsyad (1989) adalah penilaian komponen-komponen lahan secara sistematis dan pengelompokan ke dalam kategori berdasarkan sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat penggunaan lahan. Lahan digolongkan kedalam tiga kategori yaitu kelas, sub-kelas dan satuan kemampuan lahan. Selanjutnya menurut Klingebiel dan Montgomery (1961) hubungan antara kelas kemampuan lahan dan intensitas dan macam penggunaan lahan disajikan dalam gambar berikut :


Kelas Kemampuan Lahan :

҉ Lahan Kelas I

Lahan Kelas I memiliki sedikit hambatan yang membatasi dalam penggunaannya. Lahan Kelas I cocok untuk berbagai macam penggunaan pertanian mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput hutan dan cagar alam. Sifat-sifat lahan Kelas I dan kualitas lahannya adalah terletak pada topografi yang hampir datar, ancaman erosi kecil, mempunyai kedalaman tanah efektif yang dalam, umumnya berdrainase baik, subur atau responsif terhadap pemupukan, tidak terancam banjir, dan di bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya.

҉ Lahan Kelas II

Lahan Kelas II mempunyai beberapa hambatan sehingga mengakibatkan memerlukan tindakan konservasi tanah sedang. Lahan Kelas II memerlukan tindakan pengelolaan yang hati-hati, termasuk melakukan tindakan konservasi tanah untuk mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara jika lahan digunakan untuk pertanian. Hambatan pada Kelas II sedikit. Lahan ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam. Sifat-sifat Lahan Kelas II adalah terdapat pada lereng yang landai, kepekaan erosi atau ancaman erosi sedang, kedalaman tanah efektif agak dalam, struktur tanah dan daya olah agak kurang baik, salinitas ringan sampai sedang, dan keadaan iklim agak kurang sesuai untuk tanaman dan pengelolaan.

҉ Lahan Kelas III

Lahan Kelas III mempunyai hambatan berat yang mengurangi pilihan penggunaan lahan sehingga memerlukan tindakan konservasi tanah. Tindakan konservasi tanah yang diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara daripada Lahan Kelas II. Lahan Kelas III dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengelolaan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka margasatwa. Sifat-sifat Lahan Kelas III adalah terdapat pada daerah yang memiliki lereng agak miring atau bergelombang, peka terhadap erupsi atau telah mengalami erosi yang berat, seringkali mengalami banjir yang merusak tanaman, ke dalam tanah dangkal di atas batuan yang berpermeabilitas lambat, terlalu basah atau masih jenuh air setelah didrainase, kapasitas menahan air rendah, salinitas sedang, dan hambatan iklim agak besar.

҉ Lahan Kelas IV

Hambatan dan ancaman kerusakn tanaman pada lahan kelas IV lebih banyak daripada pada lahan kelas III sehingga menyebabkan pilihan tanaman yang terbatas. Lahan kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung atau suaka alam. Sifat-sifat lahan kelas IV adalah terdapat pada daerah yang memiliki lereng miring dan berbukit, kepekaan erosi besar, pengaruh erosi agak berat yang telah terjadi, tanahnya dangkal, kapasitas menahan air yang rendah, sering tergenang yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman, kelebihan air atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase, salinitas atau kandungan natrium tinggi, dan keadaan iklim yang kurang menguntungkan.

҉ Lahan Kelas V

Lahan kelas V tidak terancam erosi, akan tetapi mempunyai hambatan lain yang membatasi penggunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan suaka alam. Sifat-sifat lahan kelas V adalah lahan sering dilanda banjir, lahan datar pada kondisi iklim yang tidak memungkinkan produksi tanaman secara normal, lahan datar atau hampir datar dan berbatu-batu, dan lahan tergenang yang tidak – layak didrainase untuk tanaman semusim namun dapat ditumbuhi rumput atau pepohonan.

҉ Lahan Kelas VI

Lahan kelas VI memiliki hambatan berat yang menyebabkan lahan ini tidak sesuai untuk penggunaan pertanian. Lahan kelas VI penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput,, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam. Sifat-sifat lahan kelas VI adalah terletak pada lereng yang agak curam, bahaya erosi berat, telah tererosi berat, mengandung garam larut, berbatu-batu, daerah perakaran sangat dangkal, dan Iklim yang tidak sesuai.

҉ Lahan Kelas VII

Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Sifat-sifat lahan kelas VII adalah terletak pada lereng yang curam, telah tererosi sangat berat, dan daerah perakaran sangat dangkal.

҉ Lahan Kelas VIII

Lahan kelas VII lebih cocok untuk keadaan alami. Sifat-sifat lahan kelas VIII adalah terletak pada lereng yang sangat curam, berbatu, dan kapasitas menahan air rendah.

Selain terjadi perubahan kemampuan lahan menjadi lahan pertanian yang memperbesar potensi erosi dan banjir, konversi hutan hutan menjadi agroforestri sederhana ini juga berdampak pada turunnya biodeversitas. Maka dari itu makalah ini disusun untuk memenuhi tujuan yaitu untuk mengetahui dampak positif maupun negatif dari konversi lahan hutan menjadi agroforestri karet dan kacang tanah terhadap kemampuan lahan serta lingkungannya.

PEMBAHASAN

Kecamatan Kerjo adalah salah satu kecamatan dari 17 kecamatan di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Batas-batas Kecamatan Kerjo adalah :

Ü Utara : Kabupaten Sragen

Ü Timur : Kecamatan Kerjo

Ü Barat : Kecamatan Mojogedang

Ü Selatan : Kecamatan Jenawi


Hutan merupakan biota yang banyak memiliki manfaat antara lain sebagai sumber biodeversitas, menyerap air hujan dan menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan akan tanaman karet untuk bahan baku ban, sepatu sandal semakin meningkat. Sama halnya dengan kebutuhan akan tanaman pangan yang juga meningkat akibat bertambahnya populasi. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan dorongan mencari untung yang tinggi beberapa hutan telah dikonversi menjadi lahan pertanian.

Di Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar terdapat hutan yang dikonversi menjadi agroforestri sederhana karet dan kacang tanah yaitu Agroforestri Karet Kerjoarum milik PTP Nusantara IX (Persero). Letak geografis Agroforestri Karet Kerjoarum adalah antara 7oLS - 8oLS dan antara 111o BT - 112o dengan topografi sebagai berikut :

Tabel Topografi Agroforestri Karet dan Kacang Tanah Kerjoarum


Topografi

Luas

Ha

%

0-8 %

-

-

8-15 %

736.20

18.52

15-25%

1,806.58

45.44

25-45 %

1,433.34

36.05

>45 %

-

-


3,976.12

100.01

Sumber : ptpnixbatujamus.blogspot.com


Jenis tanah di daerah ini merupakan tanah latosol yang terbentuk dari batuan beku vulkanik hasil intrusi magma. Tanah ini memiliki tekstur lempung, PH netral dan tingkat kesuburannya rendah. Oleh karena itu hutan di daerah ini di konversi menjadi agroforestri karet dan kacang tanah yang dapat bertahan dengan tanah yang kurang subur.

Konversi hutan menjadi agroforestri karet dan kacang tanah ini berdampak pada perubahan kemampuan lahan dari lahan kelas VI menjadi lahan kelas III yang cocok untuk lahan pertanian. Hal ini terjadi karena konversi tersebut menggunakan metode tebang, tebas dan bakar. Meskipun pembakaran ini menimbulkan polusi di udara namun abu dari pembakaran ini dapat menjadikan tanah latosol yang kurang subur menjadi subur. Abu sisa pembakaran dapat menaikkan pH, mengurangi aluminium dan meningkatkan kalsium dan magnesium sehingga lahan daerah ini menjadi cocok untuk pertanian karet dan kacang tanah dengan sistem agroforestri sederhana. Serasah atau sisa daun yang jatuh ke tanah dari tanaman karet dapat membentuk humus yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman pangan seperti kacang tanah. Oleh karena itu dalam sistem agroforestri ini dibuat dalam bentuk lajur-lajur. Diantara lajur-lajur tanaman karet ditanami tanaman kacang tanah. Kacang tanah yang ditanami pada sela-sela lajur tanah akan lebih subur karena mendapatkan humus dari sisa-sisa daun karet yang jatuh ke tanah. Selain itu tanaman kacang tanah akan memperoleh sinar matahari yang cukup karena tutupan lahan di agroforestri karet tidak sebanyak pada hutan yang memiliki kanopi cukup besar.

Namun di sisi lain perubahan kemampuan lahan ini berdampak penurunan daya kapilaritas air terhadap lahan. Padahal sesaat setelah terjadi pembukaan hutan, tanah umumnya akan lebih basah pada musim hujan dan memerlukan waktu lama untuk menjadi kering dan sebaliknya menjadi lebih kering pada musim kemarau dan membutuhkan waktu lama untuk menjadi basah. Pada musim hujan apabila daerah agak curam (15-25%) tersebut terkena air hujan maka air hujan tidak semuanya dapat terserap masuk ke dalam tanah. Air hujan yang tidak terserap tanah akan menjadi runoff dan mengalir ke daerah yang lebih rendah. Potensi timbulnya banjir tentu akan semakin besar. Selain itu karena lahan daerah agroforestri karet ini berjenis lempung dan berada pada topografi agak curam maka potensi erosi dan longsor tentu juga akan lebih besar. Hal ini juga diperparah dengan berubahnya tutupan lahan dari tanaman hutan menjadi tanaman karet dan kacang tanah yang kemampuan akarnya dalam menyerap air lebih buruk dari tanaman hutan. Sementara pada musim kemarau tanah menjadi kering dan membutuhkan waktu lama untuk kembali basah sehingga terjadi kekeringan.

Dampak negatif lain dari perubahan kemampuan lahan ini adalah penurunan biodeversitas. Hutan yang pada awalnya terdiri dari tanaman yang hetorogen dengan banyak spesies kini biodeversitasnya turun karena hanya terdapat dua spesies di kawasan agroforestri ini yaitu tanaman karet dan kacang tanah.

Untuk meminimalisir dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif maka perlu pengelolaan yang baik pada sistem agroforestri karet ini yaitu dengan melakukan pemangkasan secara teratur pada tanaman karet agar tanaman kacang tanah tetap mendapatkan sinar matahari yang cukup. Selain itu jarak antara lajur tanaman karet dan tanaman kacang tanah perlu diperhitungkan agar tidak terjadi perebutan unsur hara antara kedua jenis tanaman tersebut. Apabila jarak tanaman karet dan kacang tanah tidak terlalu bedekatan maka sebaran akar juga akan lebih luas sehingga mengurangi resiko dampak negatif dari perubahan kemampuan lahan berupa banjir, erosi dan longsor. Untuk mengurangi resiko penurunan biodeversitas sistem agroforestri sederhana dapat dijadikan sistem agroforestri kompleks dengan menambah tanaman-tanaman pangan selain kacang tanah yang dapat tumbuh pada jenis tanah latosol. Apabila dampak positif dapat dimaksimalkan dan dampak negatif dapat diminimalisir maka selain memperoleh hasil ekonomi yang tinggi lingkungan pun akan terjaga kualitasnya.


MINDMAP

KESIMPULAN

Konversi lahan hutan menjadi agroforestri karet dan kacang tanah menimbulkan perubahan kemampuan lahan. Kemampuan lahan ini memiliki dampak negatif dan dampak positif. Dampak negatifnya adalah semakin besarnya potensi banjir dan erosi sedangkan dampak positifnya adalah lahan menjadi cocok untuk ditanami tanaman pertanian sehingga memberikan nilai ekonomis yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyaningrum, Wiwik. 2010. “Kemampuan Lahan di Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah”, Skripsi S1 Program Studi Geografi Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mardiyanah. 2005. “Evaluasi Kemampuan Lahan Di Wilayah Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan”, Tugas Akhir D3 Program Studi Survei dan Pemetaan Wilayah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2006. “Pemapanan Agroforestry Selaku Bentuk Pemanfaatan Lahan Menurut Kriteria Pengawetan Tanah dan Air”, dalam Seminar Agroforestry dan Pengendalian Perladangan Universitas Gadjah Mada.

---------------------------------------. 2006. “Kerangka Evaluasi Kemampuan Lahan”, dalam Kuliah Pelatihan Inventarisasi dan Evaluasi Sumberdaya Lahan Ke-2 Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Rahayu, Subekti. “Peran Agroforest Karet dalam Pelestarian Spesies Pohon : Studi Kasus di Desa Lubuk Beringin Kecamatan Bathin III Ulu Kabupaten Bungo Provinsi Jambi”, Skripsi S1 Institut Pertanian Bogor.

Sarifuffun, dkk. 2004. “Dampak Pembukaan Hutan Terhadap Potensi Sumberdaya Lahan dan Air”, dalam Makalah Pribadi Falsafah Sains Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Setyawan, Dwi, Dian Purnamasari dan Ria Febrikasari. 2009. “Kepulihan Lahan Pada Sistem Kebun Karet Rakyat Di Prabumulih Barat Dinilai dengan Prosedur Analisis Fungsi Lansekap”, dalam Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 2. Hlm 72-79. Jurusan Tanah Faperta Unsri.

Template by:

Free Blog Templates